Langsung ke konten utama

MAKALAH ASPEK-ASPEK PERKEMBANGAN MANUSIA

1         KATA PENGANTAR


Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “ASPEK-ASPEK PERKEMBANGAN MANUSIA”. Penulisan makalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan di Universitas Islam Nusantara Bandung.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan tugas ini, terlebih khususnya kepada :
1. Bapak H.A.Barnas EK,Drs.M.M.Pd,  selaku dosen pembimbing mata kuliah Psikologi Pendidikan
2. Rekan-rekan semua di prodi Pendidikan Bahasa Inggris
3. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan dalam penulisan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.
Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.


Bandung,  26 Februari 2015


   Penulis




DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...……………………………………………………….……………………………………………………………3
2.2        Perkembangan Moral 7




BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan anak adalah bertambahnya kemampuan(skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari pematangan.  Di sini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem yang berkembang sedemikian rupa per- kembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya.
Aspek– aspek perkembangan individu meliputi fisik, intelektual, sosial, emosi, bahasa, moral dan agama. Perkembangan fisik meliputi pertumbuhan sebelum lahir dan pertumbuhan setelah lahir. Intelektual (kecerdasan) atau daya pikir merupakan kemampuan untuk beradaptasi secara berhasil dengan situas baru atau lingkungan pada umumnya. Sosial, setiap individu selalu berinteraksi dengan lingkungan dan selalu memerlukan manusia lainnya. Emosi merupakan perasaan tertentu yang menyertai setiap keadaan atau perilaku individu. Bahasa merupakan kemampuan untuk berkomunikasi dengan yang lain. Moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral. Agama merupakan kepercayaan yang dianut oleh individu.
Karakterisitik perkembangan sosio-emosional peserta didik serta implikasinya dalam bidang pendidikan. Sosio-emosional berasal dari kata sosial dan emosi. Perkembangan sosial adalah pencapaian kematangan dalam hubungan atau interaksi sosial.  Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok, tradisi dan moral agama. Sedangkan emosi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkah laku individu, dalam hal ini termasuk pula perilaku belajar.

1.2 Rumusan Masalah
1.       Apa saja yang meliputi aspek – aspek perkembangan siswa?
2.       Apa itu Perkembangan sosial dan emosi siswa?
3.       Apa yang dimaksud perkembangan moral?

1.3 Tujuan
1.       Memahami aspek – aspek perkembangan siswa
2.       Memahami Perkembangan sosial dan emosi siswa
3.       Memahami perkembangan moral siswa



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PERKEMBANGAN SOSIAL DAN EMOSI
Pada dasarnya perkembangan sosio-emosional itu merupakan kemampuan peserta didik berinteraksi dengan lingkungannya dan bagaiman peserta didik menyikapi hal-hal yang terjadi di sekitarnya.Perkembangan sosial pada peserta didik ditandai dengan adanya perluasan hubungan, di samping dengan anggota keluarga juga dengan teman sebaya, sehingga ruang gerak hubungan sosioalnya bertambah. Biasanya peserta didik mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri dari sikap berpusat pada diri snediri (egosentris), kepada sikap bekerja sama (koperatif) atau mau memerhatikan kepentingan orang lain (sosiosentris). Hal ini berkaitan dengan sikap yang ada pada peserta didik itu                 sendiri.Apakah dengan sikap atau emosi yang stabil seperti bersikap respect terhadap diri sendiri dan orang lain atau bersikap tidak baik seperti tidak mau bergaul dengan orang lain.
Saat ini banyak orang berpendidikan khususnya remaja yang tampak menjanjikan tetapi akhirnya mengalami kemandekan dalam pencapaian karir atau tujuan hidupnya. Para remaja ini sebagian besar tersingkir dari persaingan tersebut akibat rendahnya kecerdasan emosi, kemempuan mendengarkan dan mempelajari kehidupan yang tidak sepenuhnya tidak dikuasai serta cara adaptasi dan berkomunikasi secara lisan yang seolah-olah dianggap oleh para remaja merupakan suatu hal yang dianggap tidak penting.
Tingkat kecerdasan intelektual seseorang khususnya remaja pada umumnya selalu dalam keadaan tetap akan tetapi kecerdasan emosi dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan adaptasi dan kepekaan terhadap lingkungan sebagai sumber energi, informasi, koneksi untuk berinteraksi dengan lingkungannya dan bagaiman peserta didik menyikapi hal-hal yang terjadi di sekitarnya. Emosi juga merupakan suatu bahan bakar yang tidak tergantikan bagi otak agar mampu melakukan penalaran serta pemahaman yang tinggi terhadap lingkungan. Emosi menurut kreativitas, kolaborasi, inisiatif dan transformasi sedangkan penalran logis berfungsi untuk mengantisipasi dorongan-dorongan yang keliru, untuk kemudian menyelaraskannya dengan proses kehidupan dengna sentuhan manusiawi. Disamping itu, sosio-emosional pada remaja menjadi salah satu kekuatan penggerak: bukti-bukti menunjukkan bahwa nilai dan watak dasar seseorang dalam hidup ini tidak berakar pada kecerdasan intelektual melainkan terletak pada sosio-emosional.
Peranan remaja dalam lingkungan adalah sebagai makhluk yang harus memiliki kemampuan dalam penyesuaian diri terhadap aspek-aspek, nilai-nilai dan interaksi sehingga mampu menjadi makhluk sosial yang menjalankan semua kegiatan sosialnya dengan penuh tanggung jawab.Remaja tumbuh dan berkembang dalam lingkungan sosial, sehingga lingkungan sosiallah yang mampu memberikan pengaruh terhadap pembentukan berbagai aspek kehidupan remaja terutama pada pola pengembangan sosio-emosional. Dengan demikian perkembangan sosial ini dapat diartikan sebagai proses berkembangnya tingkat hubungan antara manusia untuk meningkatkan kebutuhan hidup manusia.
Menurut Gunarsa (1989) menjelaskan bahwa karakteristik remaja yang mampu menimbulkan berbagai permasalahan pada diri remaja :
1.       Kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam pergerakan
2.       Ketidakstabilan emosi`
3.       Adanya perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan petunjuk hidup
4.       Adanya sikap menentang dan menantang terhadap orang-orang yang lebih tua
5.       Pertentangan di dalam dirinya sering menjadi pangkal penyebab pertentangan-pertentangan dengan orang tua
6.       Kegelisahan karena banyaknya suatu hal yang diinginkan oleh remaja tetapi tidak mampu untuk memenuhi semua keinginan tersebut
7.       Senang bereksperimen, bereksplorasi, serta mempunyai banyak hayalan, bualan, dan fantasi
8.       Kecenderungan membuat kelompok yang melakukan perbuatan dengan melanggar norma-norma kehidupan.
Dalam proses belajar, kita tidak menyangkal bahwa peran intelegensi berpengaruh terhadap prestasi pembelajaran. Namun, yang muncul saat ini tingkat keberhasilan seseorang dalam pendidikan sangat difokuskan untuk diukur secara kuantitas intelegensi yaitu dengan pengukuran Intelligence Quotient (IQ), peran IQ diasumsikan sebagai hal utama yang berpengaruh terhadap keberhasilan. Akan tetapi, perlu disadari bahwa IQ hanyalah merupakan pengukuran secara kuantitas mengenai tingkat intelegensi yang dapat diukur dan bersifat konkret dan konvergen. Emosi yang positif dapat mempercepat proses belajar dan mencapai hasil belajar yang lebih baik, sebaliknya emosi yang negatif dapat memperlambat belajar atau bahkan menghentikannya sama sekali.
Oleh karena itu, pembelajaran yang berhasil haruslah dimulai dengan menciptakan emosi positif pada diri pelajar (peserta didik). Untuk menciptakan emosi positif pada dirisiswa dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah dengan menciptakan lingkungan belajar atau lingkungan sosial yang menyenangkan dan dengan penciptaan kegembiraan belajar. Kecerdasan emosi merupakan kemampuan seseorang dalam mengelola emosinya secara sehat terutama dalam berhubungan dengan orang lain.
Selain keceerdasan emosi interaksi antara pelajar dengan lingkungan tempat sekolah juga mempengaruhi proses belajar. Apabila terjadi hubungan atau interaksi yang baik antar pelajar dengan lingkungan sosial, lingkungan masyarakat, dan lingkungan keluarga serta emosi dari para pelajar mampu disesuaikan dengan lingkungan sosial tersebut, tentu saja proses belajar dari pelajar akan berjalan dengan lancar. Maka dari hal tersebut dapat kita simpulkan bahwa dalam proses pendidikan, emosi lingkungan sosial sangat berperan dan perlu dilibatkan dalam proses pembelajaran karena emosi mempunyai suatu kekuatan yang dapat memicu kita dalam mencapai suatu prestasi belajar dan lingkungan social menjadi wadah dalam menjalankan proses belajar.
Maka dengan ini sangatlah keliru jika dianggap faktor utama penentu keberhasilan adalah IQ yang tinggi. Banyak orang yang berhasil dalam sisi akademik namun tidak bisa melakukan apapun dengan keberhasilannya dalam kehidupan yang nyata. Oleh karena itu, keterlibatan emosi dan keterlibatan pelajar dalam lingkungan sosialnya sangat penting dalam segala aktivitas, apalagi jika kita dapat mengelola emosi itu dengan tepat dalam lingkungan sosial atau dengan kata lain cerdas dalam menggunakan emosi. Kecerdasan emosi dan mampu berinteraksi dalam lingkungan sosial ini akan sangat berperan terhadap keberhasilan seseorang dalam segala aspek kehidupan.

2.2 PERKEMBANGAN MORAL
Menurut Santrock (1995) Perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain. Perkembangan moral adalah perubahan-perubahan perilaku yang terjadi dalam kehidupan anak berkenaan dengan tatacara, kebiasaan, adat, atau standar nilai yang berlaku dalam kelompok sosial.


Ada beberapa teori yang membahas tentang perkembangan moral, diantaranya:
a.       Perkembangan moral menurut Teori Belajar Sosial
Menurut teori belajar sosial, perkembangan sosial merupakan proses yang dipelajari selama proses interaksi sosial seseorang dengan orang lain. Perkembangan sosial berlangsung melalui proses peniruan, latihan dan penguatan.
Menurut Bandura perkembangan moral berlangsung melalui interaksi seseorang dengan lingkungan yang menyediakan konten moral. Moral seseorang akan berkembang dengan baik, apabila berinteraksi dengan orang dewasa yang menunjukkan tingkah laku moral dalam melakukan tindakan sehari-hari. Oleh karena itu, interaksi yang bermoral dengan orangtua dan guru khususnya serta orang dewasa umumnya sangat penting pengaruhnya untuk mengembangkan moral remaja.
b.       Perkembangan moral menurut Teori Kognitif
Pelopor teori Kognitif adalah Jean Piaget yang menekankan bahwa perkembangan kognitif erat kaitannya dengan perkembangan moral remaja. Oleh karena itu, perkembangan moral remaja tergantung pada perkembangan kognitifnya. Piaget berpendapat bahwa terdapat hubungan yang sejajar antara perkembangan kognitif dengan perkembangan moral remaja.

2.2.1  Tahapan Perkembangan Moral
Tahapan perkembangan moral adalah ukuran dari tinggi rendahnya moral seseorang berdasarkan perkembangan penalaran moralnya seperti yang diungkapkan oleh Lawrence Kohlberg. Tahapan tersebut dibuat saat ia belajar psikologi di University of Chicago berdasarkan teori yang ia buat setelah terinspirasi hasil kerja Jean Piaget dan kekagumannya akan reaksi anak-anak terhadap dilema moral. Ia menulis disertasi doktornya pada tahun 1958 yang menjadi awal dari apa yang sekarang disebut tahapan-tahapan perkembangan moral dari Kohlberg. Adapun tahapan-tahapan itu adalah:
a.       Tahapan Pramoralitas
(1)  Periode 0
Pemahaman anak tentang baim dan buruk, benar dan salah ditentukan oleh akibat fisik yang ditimbulkan oleh tindakan itu seperti hukuman.
(2)  Periode 1
Suatu tingkah laku bermoral bagi anak kalai tingkah laku itu oatuh mengikuti kemauan orang berkuasa seperti orangtua dan guru atau tingkah laku yang mendapatkan penghargaan fisik atau material, sedangkan tingkah laku yang tidak bermoral kalau membantah dan mendapat hukuman dari yang berkuasa terhadap anak.
(3)  Periode 2
Anak memahami bahwa tingkah laku benar, salah, baik, pantas tergantung kepada tingkah laku itu memuaskan, menimbulkan kenikmatan pada diri sendiri atau orang lain (hedonisme).
b.       Moralitas dianggap kesamaan peranan yang biasa
(1) Periode 3
Anak memahami bahwa tingkah laku moral adalah mengakui aturan-aturan yang telah ditentukan oleh orang dewasa. Anak mulai mengerti bahwa tingkah laku salah namun tidak sengaja atau direncanakan sebelumnya bukan merupakan tindakan yang melanggar hukum.

(2) Periode 4
Ditandai oleh pemahaman anak bahwa tingkah laku yang baik atau benar adalah mentaati aturan dan hukuman-hukuman yang telah disepakati bersama dan menguasai kehidupan masyarakat.
c.       Moralitas dengan penerimaan prinsip-prinsip moral
(1) Periode 5
Anak mulai memahami nilai moral dan prinsip-prinsip moral maupun standar kebenaran yang benar dan dapat terjadi pertentangan dengan apa saja yang terjadi atau diterima oleh masyarakat. Pembentukan filsafat hidup sangat tepat untuk membimbing tingkah laku yang bermoral.
(2) Periode 6
Periode ini disebut Kohlberg dengan level postconvensional yang merupakan tingkat perkembangan moral yang tertinggi. Remaja telah menginternalisasi nilai-nilai moral menjadi miliknya sendiri. Pertanggungjawaban secara moral tingkah lakunya terletak pada diri remaja itu sendiri, mereka memahami peraturan dan tata cara yang berlaku di masyarakat haruslah berdasarkan prinsip-prinsip universal.

2.2.2.   Ciri-Ciri Perkembangan Moral Pada Anak Dan Remaja
Michel (dalam Elida Prayitno: 1992) mencatat ada tiga perubahan yang penting dalam perkembangan moral selama masa remaja, yaitu:
1.       Remaja menyadari bahwa yang disebut benar atau salah itu adalah atas pertimbangan keadilan atau kebijaksanaan, bukan atas kemauan orang yang berkuasa.
2.       Remaja paham tentang peraturan moral atau agama dan sosial karena telah diperolehnya kemampuyan memahami sesuatu dari sudut pandangan tertentu, sehingga remaja mengerti bahwa moral relatif tidak absolut.
3.       Remaja mengalami konflik tingkah laku moral dengan pikiran moral. Tingkah laku moral adalah tingkah laku yang ditampilkan sesuai dengan kriteria moral, sedangkan pikiran moral dan pandangan moral adalah perndapat atau pertimbangan seseorang tentang persoalan moral.

2.2.3.   Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Moral
a.       Orangtua/guru sebagai model
Menurut Freud (dalam Elida Prayitno: 1992), bail pria maupun wanita meniru tingkah laku orangtua (yang sejenis) adalah karena keinginan untuk menjadi seperti orangtua.
b.       Disiplin yang diberikan orangtua
Menurut Hoffman dan Saltztein (dalam Elida Prayitno: 1992), orangtua yang mempergunakan teknik disiplin induksi (memberikan alasan mengapa seseorang boleh atau tidak boleh bertingkah laku tertentu) cenderung menyebabkan perkembangan moral remaja sangat baik, sedangkan penggunaan disiplin berkuasa dan otoriter cenderung menyebabkan perkembangan moral yang rendah.
c.       Induksi dengan teman sebaya
Interaksi dengan teman sebaya dan kemampuan bermain peran terjadi karena telah dikuasainyakemampuan “role taking”, yaitu kemampuan memahami sesuatu atau peristiwa dari sudut pandangan orang lain. Dengan meningkatnya interaksi dengan teman sebaya, maka kemampuan “role taking” pun makin mahir dan sempurna dan ini merupakan jalan bagi perkembangan moral.
2.2.4.   Usaha Guru Dan Orangtua Dalam Mengembangkan Moral Siswa
Wilcox (dalam Elida Prayitno: 1992) mengemukakan pendekatan-pendekatan yang dapat digunakan guru di sekolah untuk membantu pengembangan moral remaja, yaitu;
1.       Pendekatan klarifikasi nilai
Penggunaan pendekatan ini dapat memberikan pengalaman belajar kepada siswa melalui proses menganalisis secara mendalam dan hati-hati nilai-nilai yang dipilih dalam klarifikasi. Siswa akan tumbuh menjadi probadi yang lebih positif, memiliki tujuan, dan menerapkan nilai-nilai dalam menjalani kehidupannya. Dalam pendekatan ini individu bebas menemukan nilai-nilai dan berpikir analisis yang mengarah pada pemilihan nilai-nilai yang sesuai dengan kehidupan, dapat menginternalisasikan nilai serta menunjukkan komitmen menjalankan nilai yang dipilih dalam kehidupan.
2.    Pendekatan dilema moral
Kohlberg dan pengikutnya menemukan bahwa dilema berguna dalam pendidikan moral. Siswa tidak hanya belajar dilema untuk belajar, tetapi juga belajar dilema nyata dari kehidupan sehari-hari. Diskusi-diskusi dilema moral dapat mendorong siswa pada perkembangan moral yang lebih tinggi.
a.       Dalam memberikan pendidikan moral, Duska & Whelen ((dalam Elida Prayitno: 1992) menemukan pedoman praktis yang dapat digunakan oleh guru, yaitu sebagai berikut:
b.       Menciptakan kelas sebagai lingkungan yang membuat siswa dapat hidup dan belajar bersama dalam suasana hormat-menghormati dan suasana aman.
c.       Beri siswa kesempatan untuk mengemukakan pendapat dalam menentukan aturan-aturan kelas.
d.       Pilihlah hukuman yang ada hukumannya dengan pelanggaran.
e.       Bedakan antara kritik terhadap pekerjaan yang berhubungan dengan pelajaran dan kritik terhadap tindak tanduk, antara aturan tata tertib sekolah dengan aturan-aturan tentang keadilan dan hubungan antar manusia.
f.        Beri kesempatansiswa bekerja dalam kelompok.
g.       Dalam bercerita dan berdiskusi tentang pengalaman sehari-hari, bantulah anak-anak memikirkan perasaan orang lain, baik yang benar-benar terjadi maupun yang fiktif.
h.       Buatlah permainan peran (role playing) dari kehidupan sehari-hari ataua kejadian-kejadian yang membuat siswa dapat melihatnya dari perspektif mereka.
i.         Adakan kesempatan untuk mendengarkan jawaban tiap siswa tentang pertimbangan moral, diskusi dengan menggunakan bahan bacaan, film, dan pengalaman sehari-hari.
j.         Janganlah memberi penilaian terhadap perkembangan moral atas dasar tingkah laku setiap orang.

BAB III
PENUTUP

3.1   Kesimpulan
Pada masa remaja, tingkat karakteristik emosional akan menjadi drastis tingkat kecepatannya. Gejala-gejala emosional para remaja seperti perasaan sayang, cinta dan benci, harapan-harapan dan putus asa, perlu dicermati dan dipahami dengan baik. Sebagai calon pendidik dan pendidik kita harus mengetahui setiap aspek  yang berhubungan dengan perubahan ntingkah laku dalam perkembangan remaja, serta memahami aspek atau gejala tersebut sehingga kita bisa melakukan komunikasi yang baik dengan remaja. Perkembangan emosi remaja merupakan suatu titik yang mengarah pada proses dalam mencapai kedewasaan. Meskipun sikap kanak-kanak akan sulit dilepaskan pada diri remaja karena pengaruh didikan orang tua.
Faktor yang sangat mempengaruhi perkembangan peserta didik pada usia remaja yaitu diantaranya: didikan orang tua, lingkungan sekitar tempat tinggal dan perlakuan guru di sekolah. Pengaruh sosial dan emosi yang baik pada remaja terhadap diri sendiri yaitu untuk mengendalikan diri, memutuskan segala sesuatu dengan baik, serta bisa lebih matang merencanakan segala hal yang akan diputuskannya, sedangkan terhadap orang lain, yaitu mampu menjalin kerjasama yang baik, saling menghargai dan mampu memposisikan diri di lingkungan dengan baik.
                Agar seorang peserta didik dapat memiliki kecerdasan emosi dengan baik haruslah dibentuk sejak usia dini, karena pada saat itu amat sangat menentukan pertumbuhan dan perkembangan manusia selanjutnya. Sebab pada usia ini dasar-dasar kepribadian anak telah terbentuk.

3.2   Saran
Dilihat dari makalah Diatas, maka telah kita ketahui bersama bahwasanya anak dalam setiap perkembangannya membutuhkan bimbingan, apabila anak dalam pertumbuhannya tidak dibimbing maka anak itu tidak akan terkontrol baik fantasi maupun emosinya.
Sebagai seorang calon Guru kita semua patut mengetahui cirri-ciri dan perkembangan anak sehingga kita dapat memantau setiap jengkal pertumnuhan dab perkembangannya baik fantasinya maupun emosinya.

DAFTAR PUSTAKA

Agustiani, Hendriati. 2005. Psikologi Perkembangan Pendekatan Ekologi Kaitannya Dengan Konsep Diri dan Penyesuaian Diri pada Remaja. Refika Aditama. Bandung
Jahja, Yudrik. 2011. Psikologi Perkembangan. Prenada Media Group. Jakarta

Mahmud. 2010. Psikologi Pendidikan. PT. Pustaka Media. Bandung

Komentar

  1. As claimed by Stanford Medical, It is really the SINGLE reason this country's women get to live 10 years longer and weigh 42 lbs less than us.

    (Just so you know, it has NOTHING to do with genetics or some hard exercise and really, EVERYTHING to do with "how" they eat.)

    P.S, I said "HOW", and not "what"...

    TAP this link to uncover if this easy quiz can help you discover your true weight loss potential

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH MARAKNYA PERILAKU BULLYING DI SEKOLAH

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “MARAKNYA PERILAKU BULLYING DI SEKOLAH”. Penulisan makalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Pengantar Ilmu Pendidikan di Universitas Islam Nusantara Bandung. Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan tugas ini, khususnya kepada : 1. Bapak Prof.H.Abdurrakhman Ginting,Ph.D selaku dosen pembimbing mata kuliah Pengantar Ilmu  Pendidikan 2. Rekan-rekan semua di prodi Pendidikan Bahasa Inggris 3. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan dalam penulisan makalah ini. Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Ya

Makalah Kompetensi Guru Pedagogik

MAKALAH KOMPETENSI GURU PEDAGOGIK Disusun oleh : Aditya Wiryatama NIM. 41032122141038 PRODI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA BANDUNG 201 4 1          KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “ KOMPETENSI GURU PEDAGOGIK ”. Penulisan makalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Profesi Keguruan di Universitas Islam Nusantara Bandung. Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan tugas ini, terlebih khususnya kepada : 1. Dr. H. Hanafiah,M.Pd,  selaku dosen pembimbing mata kuliah Profesi Keguruan 2. Rekan-rekan semua di prodi Pendidikan Bahasa Inggris