1
KATA PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka penulis
dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “DEKONSENTRASI PENDIDIKAN”. Penulisan makalah merupakan salah satu
tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Psikologi
Pendidikan di Universitas Islam Nusantara Bandung.
Dalam
penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak
terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan tugas ini,
terlebih khususnya kepada :
1. Bapak
Dr.H.Hanafiah,M.M.Pd,
selaku dosen pembimbing mata kuliah Profesi Kependidikan
2. Rekan-rekan semua di prodi
Pendidikan Bahasa Inggris
3. Semua
pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan
dalam penulisan makalah ini.
Akhirnya
penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang
telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai
ibadah, Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.
Dalam
Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki
penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan
demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Bandung, 18
Maret 2015
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ...………………………………………………………………………………………………………………………3
2.2 Konsep Dekonsentrasi &
Desentralisasi Pendidikan di Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pendidikan di Indonesia merupakan
salah satu prioritas utama dalam agenda pembangunan nasional, karena perannya
yang signifikan dalam mencapai kemajuan di berbagai bidang kehidupan: sosial,
ekonomi, politik, dan budaya. Hal tersebut terkandung dalam amanat amandemen Undang-Undang
Dasar tahun 1945 (UUD 45), yang mewajibkan pemerintah untuk memenuhi hak setiap
warga negara dalam memperoleh layanan pendidikan guna meningkatkan kualitas
hidup, mencerdaskan kehidupan bangsa dan menciptakan kesejahteraan umum.
Pendidikan menjadi landasan kuat yang diperlukan untuk meraih kemajuan bangsa
di masa depan.
Dalam upaya meningkatkan kinerja
pendidikan nasional, diperlukan suatu reformasi menyeluruh yang telah dimulai
dengan kebijakan desentralisasi dan otonomi pendidikan sebagai bagian dari
reformasi politik pemerintahan. Reformasi politik pemerintahan ini ditandai
dengan perubahan radikal tata kepemerintahan dari sistem sentralistik ke sistem
desentralistik, dengan memberikan otonomi yang luas kepada daerah yang diatur
dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian diatur kembali dengan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Pendidikan yang semula menjadi
kewenangan pemerintah pusat kemudian dialihkan menjadi kewenangan pemerintah
daerah. Pengelolaan pendidikan yang menjadi wewenang pemerintah daerah ini
dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas manajemen pendidikan,
sehingga diharapkan dapat memperbaiki kinerja pendidikan nasional.
Melalui desentralisasi di bidang
pendidikan, pemerintah Indonesia berharap dapat mewujudkan pendidikan yang
otonom dan demokratis, serta memberi perhatian pada keberagaman dan mendorong
partisipasi masyarakat, tanpa kehilangan wawasan nasionalnya.
1.2
Rumusan
Masalah
1. Apa itu
Dekonsentrasi Pendidikan?
2. Apa saja
konsep Dekonsentrasi Pendidikan di Indonesia?
3. Apa manfaat
dari sistem Dekonsentrasi & Desentralisasi Pendidikan?
1.3
Tujuan
1. Mendeskripsikan
apa itu Dekonsentrasi Pendidikan
2. Menjelaskan
konsep Dekonsentrasi & Desentralisasi Pendidikan di Indonesia
3. Menerangkan
manfaat dari sistem Dekonsentrasi & Desentralisasi Pendidikan.
2
BAB II
3
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Dekonsentrasi Pendidikan
Dekonsentrasi secara pengertian
sering diartikan sebagai bagian dari desentralisasi, khususnya desentralisasi
administrasi. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang administrasi dari
pemerintah pusat kepada pejabat di daerah. Perlu digaris bawahi, pelimpahan
wewenang yang dimaksud adalah hanya sebatas wewenang administrasi, untuk
wewenang politik tetap dipegang oleh pemerintah pusat.
Mengenai hal tersebut Smith (1985:
191, di kuote dari Jemadu)) menyatakan bahwa baik desentralisasi maupun
dekonsentrasi merupakan alat bagi pemerintah pusat untuk mengatur wilayahnya.
Indonesia dalam menyelenggarakan pemerintahannya sesuai dengan ketentuan dalam
UU No.32 Tahun 2004 menggunakan asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas
pembantuan. Artinya bahwa konsep penyelenggaraan pemerintahan. Indonesia secara
umum tidak berbeda dengan pemikiran yang dikemukakan oleh Fesler (1968) tentang
dekonsentrasi yang bukan salah satu jenis dari desentralisasi dan juga Smith
(1985) tentang desentralisasi dan dekonsentrasi yang merupakan alat bagi
pemerintah pusat dalam menyelenggarakan urusan pemerintahnya.
Dekonsentrasi merupakan bentuk dari
sentralisasi dan juga desentralisasi, ada pelimpahan wewenang di sini, tapi tak
seluas desentralisasi. Sesuai dengan pendapat Harold F. Aldelfer (19964:176)
menjelaskan bahwa pelimpahan wewenang dalam bentuk dekonsentrasi semata-mata
menyusun unit administrasi atau field administration, baik tunggal ataupun ada
dalam hierarki, baik itu terpisah atau tergabung, dengan perintah mengenai apa
yang seharusnya mereka kerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Tidak ada
kebijakan yang dibuat di tingkat lokal serta tidak ada keputusan fundamental
yang diambil. Badan pusat memiliki semua kekuasaan dalam dirinya sementara
pejabat lokal merupakan bawahan sepenuhnya dan mereka hanya menjalankan
perintah.
Pejabat di daerah yang dimaksud
adalah para orang – orang diangkat oleh pemerintah pusat yang kemudian
ditempatkan di daerah – daerah tertentu. Pada dekonsentrasi, wewenang yang
diberikan adalah sebatas wewenang administrasi yaitu implementasi kebijkan
publik sedangkan kebijakan politiknya tetap berada di pusat. Karena itu, pejabat
yang diangkat oleh pemerintah pusat tersebut dalam menjalankan seluruh tugas
yang dia emban di suatu daerah, bertanggung jawab bukan kepada masyarakat yang
dilayaninya, melainkan bertanggung jawab kepada pejabat pusat yang telah
mengangkatnya atau menyerahkan wewenang kepadanya. Salah satu contoh dari
dekonsentrasi adalah kantor pelayanan pajak. Dimana intansi tersebut tetap
dalam status pusat namun para pejabatnya ditempatkan di beberapa daerah.
2.2 Konsep
Dekonsentrasi & Desentralisasi Pendidikan di Indonesia
Otonomi pendidikan menurut
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 adalah terungkap
pada Bak Hak dan Kewajiban Warga Negara, Orang tua, Masyarakat dan
Pemerintah.Pada bagian ketiga Hak dan Kewajiban Masyarakat Pasal 8 disebutkan
bahwa “Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, dan evaluasi program pendidikan; pasal 9 Masyarakat berkewajiban
memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan”.
Begitu juga pada bagian keempat Hak
dan Kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah, pasal 11 ayat (2) “Pemerintah
dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya
pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai lima belas
tahun”. Khusus ketentuan bagi Perguruan Tinggi, pasal 24 ayat (2)
“Perguruan Tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai
pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian ilmiah, dan pengabdian
kepada masyarakat.
Dari penjelasan di atas, dapat
disimpulkan bahwa konsep otonomi pendidikan mengandung pengertian yang luas,
mencakup filosofi, tujuan, format dan isi pendidikan serta manajemen pendidikan
itu sendiri. Implikasinya adalah setiap daerah otonomi harus memiliki visi dan
misi pendidikan yang jelas dan jauh ke depan dengan melakukan pengkajian yang
mendalam dan meluas tentang trend perkembangan penduduk dan masyarakat untuk
memperoleh konstruk masyarakat di masa depan dan tindak lanjutnya, merancang
sistem pendidikan yang sesuai dengan karakteristik budaya bangsa Indonesia yang
Bhineka Tunggal Ika dalam perspektif tahun 2020.
Kemandirian daerah itu harus
diawali dengan evaluasi diri, melakukan analisis faktor internal dan eksternal
daerah guna mendapat suatu gambaran nyata tentang kondisi daerah sehingga dapat
disusun suatu strategi yang matang dan mantap dalam upaya mengangkat
harkat dan martabat masyarakat daerah yang berbudaya dan berdaya saing tinggi
melalui otonomi pendidikan yang bermutu dan produktif.
2.3 Tujuan sistem
Dekonsentrasi & Desentralisasi Pendidikan
Hanson
berpendapat bahwa tujuan desentralisasi adalah :
·
Mempercepat pertumbuhan ekonomi (accelerated economic
development)
·
Meningkatkan efesiensi manajemen (increased management
efficiency)
·
Distribusi tanggung jawab dalam bidang keuangan (redistribution
of financial responsibility)
·
Meningkatkan demokratisasi melalui distribusi
kekuasaan (increased democratization trough the distribution of
power)
·
Control local menjadi lebih besar melalui deregulasi
(greater local control trough deregulation)
·
Pendidikan berbasis kebutuhan pasar (market-based
education)
·
Menetralisasi pusat-pusat kekuasaan (neutralizing
competing centers of power)
·
Meningkatkan kualitas pendidikan (improving the
quality of education)
2.4 Manfaat sistem
Dekonsentrasi & Desentralisasi Pendidikan
Dekonsentrasi & Desentralisasi
pendidikan yang benar harus bersifat accountable, artinya kebijakan pendidikan
yang diambil harus selalu dipertanggungjawabkan kepada publik, karena
sekolah didirikan merupakan institusi publik atau lembaga yang melayani
kebutuhan masyarakat. Otonomi tanpa disertai dengan akuntabilitas publik bisa
menjurus menjadi tindakan yang sewenang-wenang. Berangkat dan ide otonomi
pendidikan muncul beberapa konsep sebagai solusi dalam menghadapi kendala dalam
pelaksanaan otonomi pendidikan,yaitu :
1) Meningkatkan
Manajemen Pendidikan Sekolah
Menurut Wardiman Djajonegoro (1995)
bahwa kualitas pendidikan dapat ditinjau dan segi proses dan produk. Pendidikan
disebut berkualitas dan segi proses jika proses belajar mengajar berlangsung
secara efektif, dan peserta didik mengalami pembelajaran yang bermakna.
Pendidikan disebut berkualitas dan segi produk jika mempunyai salah satu
ciri-ciri sebagai berikut : a) peserta didik menunjukkan penguasaan yang tinggi
terhadap tugas-tugas belajar (learning task) yang harus dikuasai dengan tujuan
dan sasaran pendidikan, diantaranya hasil belajar akademik yang dinyatakan dalam
prestasi belajar (kualitas internal); b) hasil pendidikan sesuai dengan
kebutuhan peserta didik dalam kehidupan sehingga dengan belajar peserta didik
bukan hanya mengetahui sesuatu, tetapi dapat melakukan sesuatu yang fungsional
dalam kehidupannya (learning and learning), c) hasil pendidikan sesuai
atau relevan dengan tuntutan lingkungan khususnya dunia kerja.
2) Reformasi
Lembaga Keuangan Hubungan Pusat-Daerah
Perlu dilakukan penataan tentang
hubungan keuangan antara Pusat-Daerah menyangkut pengelolaan pendapatan
(revenue) dan penggunaannya (expenditure) untuk kepentingan pengeluaran rutin
maupun pembangunan daerah dalam rangka memberikan pelayanan publik yang
berkualitas. Sumber keuangan diperoleh dari Pendapatan Asli Daerah, Dana
perimbangan, pinjaman daerah dan lain-lain pendapatan yang syah dengan
melakukan pemerataan diharapkan dapat mendukung pelaksanaan
kegiatan pada suatu daerah, terutama pada daerah miskin. Bila dimungkinkan
dilakukan subsidi silang antara daerah yang kaya kepada daerah yang miskin,
agar pemerataan pendidikan untuk mendapatkan kualitas sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
3) Kemauan
Pemerintah Daerah Melakukan Perubahan
Pada era otonom, kualitas
pendidikan sangat ditentukan oleh kebijakan pemerintah daerah. Bila pemerintah
daerah memiliki political will yang baik dan kuat terhadap dunia pendidikan,
ada peluang yang cukup luas bahwa pendidikan di daerahnya akan maju. Sebaiknya,
kepala daerah yang tidak memiliki visi yang baik di bidang pendidikan dapat
dipastikan daerah itu akan mengalami stagnasi dan kemandegan menuju
pemberdayaan masyarakat yang well educated dan tidak pernah mendapat momentum
yang baik untuk berkembang. Otonomi pendidikan harus mendapat dukungan DPRD,
karena DPRD-lah yang merupakan penentu kebijakan di tingkat daerah dalam rangka
otonomi tersebut. Di bidang pendidikan, DPRD harus mempunyai peran yang kuat
dalam membangun pradigma dan visi pendidikan di daerahnya. Oleh karena itu,
badan legislatif harus diberdayakan dan memberdayakan diri agar mampu menjadi
mitra yang baik. Kepala pemerintahan daerah, kota diberikan masukan
secara sistematis dan membangun daerah.
4) Membangun
Pendidikan Berbasis Masyarakat
Kondisi Sumber Daya yang dimiliki
setiap daerah tidak merata untuk seluruh Indonesia. Untuk itu, pemerintah
daerah dapat melibatkan tokoh-tokoh masyarakat, ilmuwan, pakar kampus maupun
pakar yang dimiliki Pemerintah Daerah Kota sebagai Brain Trust atau Think Thank
untuk turut membangun daerahnya, tidak hanya sebagai pengamat, pemerhati,
pengecam kebijakan daerah. Sebaliknya, lembaga pendidikan juga harus membuka
diri, lebih banyak mendengar opini publik, kinerjanya dan tentang tanggung
jawabnya dalam turut serta memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat.
5) Pengaturan
Kebijakan Pendidikan antara Pusat dan Daerah
Pemerintah Pusat tidak
diperkenankan mencampuri urusan pendidikan daerah Pemerintah Pusat hanya
diperbolehkan memberikan kebijakan-kebijakan bersifat nasional, seperti
aspek mutu dan pemerataan. Pemerintah pusat menetapkan standard mutu. Jadi,
pemerintah pusat hanya berperan sebagai fasilitator dan katalisator bukan
regulator. Otonomi pengelolaan pendidikan berada pada tingkat sekolah, oleh
karena itu lembaga pemerintah harus memberi pelayanan dan mendukung proses
pendidikan agar berjalan efektif dan efisien.
2.5 Syarat keberhasilan sistem Dekonsentrasi &
Desentralisasi Pendidikan
Keberhasilan dekonsentrasi & desentralisasi
pendidikan setidaknya akan tergantung pada beberapa factor pendukung. Di bawah
ini akan dikemukakan empat factor penunjang keberhasilan desentralisasi
pendidikan, yaitu :
1) Menerapkan
deregulasi, meningkatkan fleksibilitas melalui penerapan deregulasi merupakan
kunci utama untuk memacu efektivitas desentralisasi pendidikian di daerah dan
sekolah. deregulasi merupakan proses pemangkasan jalur birokrasi yang terlalu
ketat dan panjang. Deregulasi juga berarti menghilangkan rantai birokrasi yang
terlalu banyak. Sebagai system semestinya bukan untuk mempersulit dan
memperlambat proses, tetapi sebaliknya memperlancar proses layanan pendidikan
yang diperlukan oleh masyarakat.
2) Menerapkan
semiotonom atau melaksanakan desentralisasi secara bertahap dan
berkesinambungan.
3) Melaksanakan
kepemimpinan demokratis dan partisipatif dalam penyelenggaraan pendidikan di
sekolah.
4) Menerapkan
profesionalitas, transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan
desentralisasi pendidikan.
2.6 Kelebihan & Kekurangan Dekonsentrasi &
Desentralisasi Pendidikan
Berikut kelebihan dari dekonsentrasi
& desentralisasi pendidikan
:
·
Peningkatan mutu, yaitu dengan kewenangan yang
dimiliki sekolah maka sekolah lebih leluasa mengelola dan memberdayakan potensi
sumber daya yang dimiliki
·
Efisiensi Keuangan hal ini dapat dicapai dengan
memanfaatkan sumber-sumber pajak lokal dan mengurangi biaya operasional
·
Efisiensi Administrasi, dengan memotong mata rantai
birokrasi yang panjang dengan menghilangkan prosedur yang bertingkat-tingkat
·
Perluasan dan pemerataan, membuka peluang
penyelenggaraan pendidikan pada daerah pelosok sehingga terjadi perluasan dan
pemerataan pendidikan.
Adapun kelemahan yang mungkin
timbul dalam implementasi kebijakan dekonsentrasi & desentralisasi
pendidikan melalui UU Otonomi Daerah adalah :
·
Kurang siapnya SDM pada daerah terpencil
·
Tidak meratanya pendapatan asli daerah, khususnya
daerah-daerah miskin
·
Kurangnya perhatian pemerintah maupun pemerintah
daerah untuk lebih melibatkan masyarakat dalam pengelolaan pendidikan
·
Otoritas pimpinan dalam hal ini Bupati, Walikota
sebagai penguasa tunggal di daerah kurang memperhatikan dengan sungguh-sungguh
kondisi pendidikan di daerahnya sehingga anggaran pendidikan belum menjadi
prioritas utama
·
Kondisi dan setiap daerah tidak memiliki kekuatan yang
sama dalam penyelenggaraan pendidikan disebabkan perbedaan sarana, prasarana
dan dana yang dimiliki.
4
BAB III
5
SIMPULAN & REKOMENDASI
3.1 Simpulan
Proses dekonsentrasi & desentralisasi
pendidikan di Indonesia sedang berjalan dengan mencari bentuk yang diinginkan.
Oleh karena itu, tarik ulur kekuasaan dan kewenangan antara unit organisasi di
pusat dan daerah masih terjadi. Hal ini harus dimaknai sebagai proses
penyelarasan dan penyesuaian, agar desentralisasi pendidikan pada akhirnya
dapat menemukan bentuk yang dapat disepakati baik pemerintah pusat, pemerintah
daerah maupun pihak sekolah.
Berdasarkan uraian tersebut, tampak
nyata bahwa dewasa ini masih diperlukan adanya kejelasan tentang kekuasaan dan
kewenangan semua unit organisasi, dari pusat sampai ke sekolah. hal ini amat
diperlukan agar dalam pelaksanaannya tidak terjadi tumpang tindih dan tabrakan
antara unit organisasi. Selain itu, kejelasan tentang kekuasaan dan kewenangan
untuk masing-masing unit organisasi itu diperlukan dalam rangka
efisiensi.
3.2 Rekomendasi
Sistem dekonsentrasi & desentralisasi
hendaknya lebih diperhatikan dan ditegaskan oleh pemerintah, agar guru tidak
hanya sebagai bahan percobaan diadakannya sisitem
pendidikan.
Sistem dekonsentrasi & desentralisasi
pendidikan merupakan konsep otonomi sekolah, yang mengedepankan adanya semua
hal diberikan wewenang kepada sekolah, tetapi dengan masih adanya sistem
sentralistik pada ujian nasional, yang menentukan kelulusan siswa hanya ujian
nasional. Hendaknya pemerintah harus lebih mengedepankan wewenang sekolah dalam
penentuan kelulusan siswa.
Harus lebih ada kejelasan kekuasaan
dan wewenang dari pemerintah untuk sistem desentralisasi
Dengan adanya perubahan sistem
pendidikan yang akan diganti menjadi kurikulum 2013, hendaknya ada
kesinambungan antara stakeholder sekolah/ pendidikan dan pemerintah
ada kerjasama yang lebih baik.
6
DAFTAR PUSTAKA
Dewasastra.2012.http://dewasastra.wordpress.com/2012/03/27/desentralisasi-pendidikan/.
(Diakses 23 Desember 2012)
http://pakguruonline.pendidikan.net/otonomi_pendidikan.html. (Diakses 23 Desember
2012)
Indra Akuntono. 2011. November 8. “Desentralisasi Pendidikan
Perlu di Evaluasi”. Kompas. 4.
Mark Hanson, 1997, Educational Reform and The Transition From
Authoritarian to democratic Goverments: The Cases of Argentina, Colombia,
Venezuela, and Spain, dalam Internasional Jurnal of Educational
Development, Vol 32, No.1.
Mulyasa, E. 2002. Manajemen
Berbasis Sekolah: Konsep Strategi, dan Implementasi.Bandung: Remaja Rosda
Karya.
Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000.
Riant Nugroho, 2000, Desentralisasi
Tanpa Revolusi, Elex Media Komputindo: Jakarta.
Salim Agus, Indonesia
Belajarlah! Membangun Pendidikan Indonesia, 2007, Yogyakarta: Tiara Wacana.
Sam M. Chan
dan Tuti T. Sam, Kebijakan Pendidikan Era Otonomi
Daerah, 2005, Jakarta:
Rajawali Pers.
Komentar
Posting Komentar