Langsung ke konten utama

MAKALAH DEKONSENTRASI PENDIDIKAN

1         KATA PENGANTAR


Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “DEKONSENTRASI PENDIDIKAN”. Penulisan makalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan di Universitas Islam Nusantara Bandung.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan tugas ini, terlebih khususnya kepada :
1. Bapak Dr.H.Hanafiah,M.M.Pd, selaku dosen pembimbing mata kuliah Profesi Kependidikan
2. Rekan-rekan semua di prodi Pendidikan Bahasa Inggris
3. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan dalam penulisan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.
Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.


Bandung, 18 Maret 2015


   Penulis




DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...………………………………………………………………………………………………………………………3
2.2        Konsep Dekonsentrasi & Desentralisasi Pendidikan di Indonesia 6





BAB I
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang


Pendidikan di Indonesia merupakan salah satu prioritas utama dalam agenda pembangunan nasional, karena perannya yang signifikan dalam mencapai kemajuan di berbagai bidang kehidupan: sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Hal tersebut terkandung dalam amanat amandemen Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD 45), yang mewajibkan pemerintah untuk memenuhi hak setiap warga negara dalam memperoleh layanan pendidikan guna meningkatkan kualitas hidup, mencerdaskan kehidupan bangsa dan menciptakan kesejahteraan umum. Pendidikan menjadi landasan kuat yang diperlukan untuk meraih kemajuan bangsa di masa depan.
Dalam upaya meningkatkan kinerja pendidikan nasional, diperlukan suatu reformasi menyeluruh yang telah dimulai dengan kebijakan desentralisasi dan otonomi pendidikan sebagai bagian dari reformasi politik pemerintahan. Reformasi politik pemerintahan ini ditandai dengan perubahan radikal tata kepemerintahan dari sistem sentralistik ke sistem desentralistik, dengan memberikan otonomi yang luas kepada daerah yang diatur dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian diatur kembali dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Pendidikan yang semula menjadi kewenangan pemerintah pusat kemudian dialihkan menjadi kewenangan pemerintah daerah. Pengelolaan pendidikan yang menjadi wewenang pemerintah daerah ini dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas manajemen pendidikan, sehingga diharapkan dapat memperbaiki kinerja pendidikan nasional.
Melalui desentralisasi di bidang pendidikan, pemerintah Indonesia berharap dapat mewujudkan pendidikan yang otonom dan demokratis, serta memberi perhatian pada keberagaman dan mendorong partisipasi masyarakat, tanpa kehilangan wawasan nasionalnya.

1.2        Rumusan Masalah


1.      Apa itu Dekonsentrasi Pendidikan?
2.      Apa saja konsep Dekonsentrasi Pendidikan di Indonesia?
3.      Apa manfaat dari sistem Dekonsentrasi & Desentralisasi Pendidikan?

1.3       Tujuan


1.      Mendeskripsikan apa itu Dekonsentrasi Pendidikan
2.      Menjelaskan konsep Dekonsentrasi & Desentralisasi Pendidikan di Indonesia
3.      Menerangkan manfaat dari sistem Dekonsentrasi & Desentralisasi Pendidikan.

2         BAB II

3         PEMBAHASAN


2.1    Pengertian Dekonsentrasi Pendidikan


Dekonsentrasi secara pengertian sering diartikan sebagai bagian dari desentralisasi, khususnya desentralisasi administrasi. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang administrasi dari pemerintah pusat kepada pejabat di daerah. Perlu digaris bawahi, pelimpahan wewenang yang dimaksud adalah hanya sebatas wewenang administrasi, untuk wewenang politik tetap dipegang oleh pemerintah pusat.
Mengenai hal tersebut Smith (1985: 191, di kuote dari Jemadu)) menyatakan bahwa baik desentralisasi maupun dekonsentrasi merupakan alat bagi pemerintah pusat untuk mengatur wilayahnya. Indonesia dalam menyelenggarakan pemerintahannya sesuai dengan ketentuan dalam UU No.32 Tahun 2004 menggunakan asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Artinya bahwa konsep penyelenggaraan pemerintahan. Indonesia secara umum tidak berbeda dengan pemikiran yang dikemukakan oleh Fesler (1968) tentang dekonsentrasi yang bukan salah satu jenis dari desentralisasi dan juga Smith (1985) tentang desentralisasi dan dekonsentrasi yang merupakan alat bagi pemerintah pusat dalam menyelenggarakan urusan pemerintahnya.
Dekonsentrasi merupakan bentuk dari sentralisasi dan juga desentralisasi, ada pelimpahan wewenang di sini, tapi tak seluas desentralisasi. Sesuai dengan pendapat Harold F. Aldelfer (19964:176) menjelaskan bahwa pelimpahan wewenang dalam bentuk dekonsentrasi semata-mata menyusun unit administrasi atau field administration, baik tunggal ataupun ada dalam hierarki, baik itu terpisah atau tergabung, dengan perintah mengenai apa yang seharusnya mereka kerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Tidak ada kebijakan yang dibuat di tingkat lokal serta tidak ada keputusan fundamental yang diambil. Badan pusat memiliki semua kekuasaan dalam dirinya sementara pejabat lokal merupakan bawahan sepenuhnya dan mereka hanya menjalankan perintah.
Pejabat di daerah yang dimaksud adalah para orang – orang diangkat oleh pemerintah pusat yang kemudian ditempatkan di daerah – daerah tertentu. Pada dekonsentrasi, wewenang yang diberikan adalah sebatas wewenang administrasi yaitu implementasi kebijkan publik sedangkan kebijakan politiknya tetap berada di pusat. Karena itu, pejabat yang diangkat oleh pemerintah pusat tersebut dalam menjalankan seluruh tugas yang dia emban di suatu daerah, bertanggung jawab bukan kepada masyarakat yang dilayaninya, melainkan bertanggung jawab kepada pejabat pusat yang telah mengangkatnya atau menyerahkan wewenang kepadanya. Salah satu contoh dari dekonsentrasi adalah kantor pelayanan pajak. Dimana intansi tersebut tetap dalam status pusat namun para pejabatnya ditempatkan di beberapa daerah.


2.2    Konsep Dekonsentrasi & Desentralisasi Pendidikan di Indonesia


Otonomi pendidikan menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 adalah terungkap pada Bak Hak dan Kewajiban Warga Negara, Orang tua, Masyarakat dan Pemerintah.Pada bagian ketiga Hak dan Kewajiban Masyarakat Pasal 8 disebutkan bahwa “Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan; pasal 9 Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan”.
Begitu juga pada bagian keempat Hak dan Kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah, pasal 11 ayat (2) “Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai lima belas tahun”. Khusus ketentuan bagi Perguruan  Tinggi, pasal 24 ayat (2) “Perguruan Tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep otonomi pendidikan mengandung pengertian yang luas, mencakup filosofi, tujuan, format dan isi pendidikan serta manajemen pendidikan itu sendiri. Implikasinya adalah setiap daerah otonomi harus memiliki visi dan misi pendidikan yang jelas dan jauh ke depan dengan melakukan pengkajian yang mendalam dan meluas tentang trend perkembangan penduduk dan masyarakat untuk memperoleh konstruk masyarakat di masa depan dan tindak lanjutnya, merancang sistem pendidikan yang sesuai dengan karakteristik budaya bangsa Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika dalam perspektif tahun 2020.
Kemandirian daerah itu harus diawali dengan evaluasi diri, melakukan analisis faktor internal dan eksternal daerah guna mendapat suatu gambaran nyata tentang kondisi daerah sehingga dapat disusun suatu strategi yang matang dan mantap dalam upaya mengangkat  harkat dan martabat masyarakat daerah yang berbudaya dan berdaya saing tinggi melalui otonomi pendidikan yang bermutu dan produktif.

2.3    Tujuan sistem Dekonsentrasi & Desentralisasi Pendidikan


Hanson berpendapat bahwa tujuan desentralisasi adalah :
·         Mempercepat pertumbuhan ekonomi (accelerated economic development)
·         Meningkatkan efesiensi manajemen (increased management efficiency)
·         Distribusi tanggung jawab dalam bidang keuangan (redistribution of financial responsibility)
·         Meningkatkan demokratisasi melalui distribusi kekuasaan (increased democratization trough the  distribution of power)
·         Control local menjadi lebih besar melalui deregulasi (greater local control trough deregulation)
·         Pendidikan berbasis kebutuhan pasar (market-based education)
·         Menetralisasi pusat-pusat kekuasaan (neutralizing competing centers of power)
·         Meningkatkan kualitas pendidikan (improving the quality of education)

2.4    Manfaat sistem Dekonsentrasi & Desentralisasi Pendidikan


Dekonsentrasi & Desentralisasi pendidikan yang benar harus bersifat accountable, artinya kebijakan pendidikan yang diambil  harus selalu dipertanggungjawabkan kepada publik, karena sekolah didirikan merupakan institusi publik atau lembaga yang melayani kebutuhan masyarakat. Otonomi tanpa disertai dengan akuntabilitas publik bisa menjurus menjadi tindakan yang sewenang-wenang. Berangkat dan ide otonomi pendidikan muncul beberapa konsep sebagai solusi dalam menghadapi kendala dalam pelaksanaan otonomi pendidikan,yaitu : 
1)      Meningkatkan Manajemen Pendidikan Sekolah
Menurut Wardiman Djajonegoro (1995) bahwa kualitas pendidikan dapat ditinjau dan segi proses dan produk. Pendidikan disebut berkualitas dan segi proses jika proses belajar mengajar berlangsung secara efektif, dan peserta didik mengalami pembelajaran yang bermakna. Pendidikan  disebut berkualitas dan segi produk jika mempunyai salah satu ciri-ciri sebagai berikut : a) peserta didik menunjukkan penguasaan yang tinggi terhadap tugas-tugas belajar (learning task) yang harus dikuasai dengan tujuan dan sasaran pendidikan, diantaranya hasil belajar akademik yang dinyatakan dalam prestasi belajar (kualitas internal); b) hasil pendidikan sesuai dengan kebutuhan peserta didik dalam kehidupan sehingga dengan belajar peserta didik bukan hanya mengetahui sesuatu, tetapi dapat melakukan sesuatu yang fungsional dalam kehidupannya (learning and learning), c)  hasil pendidikan sesuai atau relevan dengan tuntutan lingkungan khususnya dunia kerja.
2)      Reformasi Lembaga Keuangan Hubungan Pusat-Daerah
Perlu dilakukan penataan tentang hubungan keuangan antara Pusat-Daerah menyangkut pengelolaan pendapatan (revenue) dan penggunaannya (expenditure) untuk kepentingan pengeluaran rutin maupun pembangunan daerah dalam rangka memberikan pelayanan publik yang berkualitas. Sumber keuangan diperoleh dari Pendapatan Asli Daerah, Dana perimbangan, pinjaman daerah dan lain-lain pendapatan yang syah dengan melakukan pemerataan   diharapkan dapat mendukung pelaksanaan kegiatan pada suatu daerah, terutama pada daerah miskin. Bila dimungkinkan dilakukan subsidi silang antara daerah yang kaya kepada daerah yang miskin, agar pemerataan pendidikan untuk mendapatkan kualitas sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
3)      Kemauan Pemerintah Daerah Melakukan Perubahan
Pada era otonom, kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh kebijakan pemerintah daerah. Bila pemerintah daerah memiliki political will yang baik dan kuat terhadap dunia pendidikan, ada peluang yang cukup luas bahwa pendidikan di daerahnya akan maju. Sebaiknya, kepala daerah yang tidak memiliki visi yang baik di bidang pendidikan dapat dipastikan daerah itu akan mengalami stagnasi dan kemandegan menuju pemberdayaan masyarakat yang well educated dan tidak pernah mendapat momentum yang baik untuk berkembang. Otonomi pendidikan harus mendapat dukungan DPRD, karena DPRD-lah yang merupakan penentu kebijakan di tingkat daerah dalam rangka otonomi tersebut. Di bidang pendidikan, DPRD harus mempunyai peran yang kuat dalam membangun pradigma dan visi pendidikan di daerahnya. Oleh karena itu, badan legislatif harus diberdayakan dan memberdayakan diri agar mampu menjadi mitra yang baik. Kepala   pemerintahan daerah, kota diberikan masukan secara sistematis dan membangun daerah.
4)      Membangun Pendidikan Berbasis Masyarakat
Kondisi Sumber Daya yang dimiliki setiap daerah tidak merata untuk seluruh Indonesia. Untuk itu, pemerintah daerah dapat melibatkan tokoh-tokoh masyarakat, ilmuwan, pakar kampus maupun pakar yang dimiliki Pemerintah Daerah Kota sebagai Brain Trust atau Think Thank untuk turut membangun daerahnya, tidak hanya sebagai pengamat, pemerhati, pengecam kebijakan daerah. Sebaliknya, lembaga pendidikan juga harus membuka diri, lebih banyak mendengar opini publik, kinerjanya dan tentang tanggung jawabnya dalam turut serta memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat.
5)      Pengaturan Kebijakan Pendidikan antara Pusat dan Daerah
Pemerintah Pusat   tidak diperkenankan mencampuri urusan pendidikan daerah Pemerintah Pusat hanya diperbolehkan memberikan kebijakan-kebijakan bersifat nasional, seperti aspek mutu dan pemerataan. Pemerintah pusat menetapkan standard mutu. Jadi, pemerintah pusat hanya berperan sebagai fasilitator dan katalisator bukan regulator. Otonomi pengelolaan pendidikan berada pada tingkat sekolah, oleh karena itu lembaga pemerintah harus memberi pelayanan dan mendukung proses pendidikan agar berjalan efektif dan efisien.

2.5 Syarat keberhasilan sistem Dekonsentrasi & Desentralisasi Pendidikan


Keberhasilan dekonsentrasi & desentralisasi pendidikan setidaknya akan tergantung pada beberapa factor pendukung. Di bawah ini akan dikemukakan empat factor penunjang keberhasilan desentralisasi pendidikan, yaitu :
1)      Menerapkan deregulasi, meningkatkan fleksibilitas melalui penerapan deregulasi merupakan kunci utama untuk memacu efektivitas desentralisasi pendidikian di daerah dan sekolah. deregulasi merupakan proses pemangkasan jalur birokrasi yang terlalu ketat dan panjang. Deregulasi juga berarti menghilangkan rantai birokrasi yang terlalu banyak. Sebagai system semestinya bukan untuk mempersulit dan memperlambat proses, tetapi sebaliknya memperlancar proses layanan pendidikan yang diperlukan oleh masyarakat.
2)      Menerapkan semiotonom atau melaksanakan desentralisasi secara bertahap dan berkesinambungan.
3)      Melaksanakan kepemimpinan demokratis dan partisipatif dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
4)      Menerapkan profesionalitas, transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan desentralisasi pendidikan.




2.6    Kelebihan & Kekurangan Dekonsentrasi & Desentralisasi Pendidikan


Berikut kelebihan dari dekonsentrasi & desentralisasi pendidikan :                            
·         Peningkatan mutu, yaitu dengan kewenangan yang dimiliki sekolah maka sekolah lebih leluasa mengelola dan memberdayakan potensi sumber daya yang dimiliki
·         Efisiensi Keuangan hal ini dapat dicapai dengan memanfaatkan sumber-sumber pajak lokal dan mengurangi biaya operasional
·         Efisiensi Administrasi, dengan memotong mata rantai birokrasi yang panjang dengan menghilangkan prosedur yang bertingkat-tingkat
·         Perluasan dan pemerataan, membuka peluang penyelenggaraan pendidikan pada daerah pelosok sehingga terjadi perluasan dan pemerataan pendidikan. 
Adapun kelemahan yang mungkin timbul dalam implementasi kebijakan dekonsentrasi & desentralisasi pendidikan melalui UU Otonomi Daerah adalah :
·         Kurang siapnya SDM pada daerah terpencil
·         Tidak meratanya pendapatan asli daerah, khususnya daerah-daerah miskin
·         Kurangnya  perhatian pemerintah maupun pemerintah daerah untuk lebih melibatkan masyarakat dalam pengelolaan pendidikan
·         Otoritas pimpinan dalam hal ini Bupati, Walikota sebagai penguasa tunggal di daerah kurang memperhatikan dengan sungguh-sungguh kondisi pendidikan di daerahnya sehingga anggaran pendidikan belum menjadi prioritas utama
·         Kondisi dan setiap daerah tidak memiliki kekuatan yang sama dalam penyelenggaraan pendidikan disebabkan perbedaan sarana, prasarana dan dana yang dimiliki. 



4         BAB III

5         SIMPULAN & REKOMENDASI


3.1     Simpulan


Proses dekonsentrasi & desentralisasi pendidikan di Indonesia sedang berjalan dengan mencari bentuk yang diinginkan. Oleh karena itu, tarik ulur kekuasaan dan kewenangan antara unit organisasi di pusat dan daerah masih terjadi. Hal ini harus dimaknai sebagai proses penyelarasan dan penyesuaian, agar desentralisasi pendidikan pada akhirnya dapat menemukan bentuk yang dapat disepakati baik pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun pihak sekolah.
Berdasarkan uraian tersebut, tampak nyata bahwa dewasa ini masih diperlukan adanya kejelasan tentang kekuasaan dan kewenangan semua unit organisasi, dari pusat sampai ke sekolah. hal ini amat diperlukan agar dalam pelaksanaannya tidak terjadi tumpang tindih dan tabrakan antara unit organisasi. Selain itu, kejelasan tentang kekuasaan dan kewenangan untuk masing-masing unit organisasi itu diperlukan  dalam rangka efisiensi.

3.2     Rekomendasi


Sistem dekonsentrasi & desentralisasi hendaknya lebih diperhatikan dan ditegaskan oleh pemerintah, agar guru tidak hanya sebagai bahan percobaan diadakannya sisitem pendidikan.          
Sistem dekonsentrasi & desentralisasi pendidikan merupakan konsep otonomi sekolah, yang mengedepankan adanya semua hal diberikan wewenang kepada sekolah, tetapi dengan masih adanya sistem sentralistik pada ujian nasional, yang menentukan kelulusan siswa hanya ujian nasional. Hendaknya pemerintah harus lebih mengedepankan wewenang sekolah dalam penentuan kelulusan siswa.
Harus lebih ada kejelasan kekuasaan dan wewenang dari pemerintah untuk sistem desentralisasi
Dengan adanya perubahan sistem pendidikan yang akan diganti menjadi kurikulum 2013, hendaknya ada kesinambungan antara stakeholder sekolah/ pendidikan dan pemerintah ada kerjasama yang lebih baik.



6         DAFTAR PUSTAKA


Indra Akuntono. 2011. November 8. “Desentralisasi Pendidikan Perlu di Evaluasi”. Kompas. 4.
Mark Hanson, 1997, Educational Reform and The Transition From Authoritarian to democratic Goverments: The Cases of Argentina, Colombia, Venezuela, and Spain, dalam Internasional Jurnal of Educational Development, Vol 32, No.1.
Mulyasa, E. 2002. Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep Strategi, dan Implementasi.Bandung: Remaja Rosda Karya.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000.
Riant Nugroho, 2000, Desentralisasi Tanpa Revolusi, Elex Media Komputindo: Jakarta.
Salim Agus, Indonesia Belajarlah! Membangun Pendidikan Indonesia, 2007, Yogyakarta: Tiara Wacana.

Sam  M. Chan dan  Tuti T. Sam, Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah, 2005, Jakarta: Rajawali Pers.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH MARAKNYA PERILAKU BULLYING DI SEKOLAH

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “MARAKNYA PERILAKU BULLYING DI SEKOLAH”. Penulisan makalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Pengantar Ilmu Pendidikan di Universitas Islam Nusantara Bandung. Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan tugas ini, khususnya kepada : 1. Bapak Prof.H.Abdurrakhman Ginting,Ph.D selaku dosen pembimbing mata kuliah Pengantar Ilmu  Pendidikan 2. Rekan-rekan semua di prodi Pendidikan Bahasa Inggris 3. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan dalam penulisan makalah ini. Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Ya

Makalah Kompetensi Guru Pedagogik

MAKALAH KOMPETENSI GURU PEDAGOGIK Disusun oleh : Aditya Wiryatama NIM. 41032122141038 PRODI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA BANDUNG 201 4 1          KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “ KOMPETENSI GURU PEDAGOGIK ”. Penulisan makalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Profesi Keguruan di Universitas Islam Nusantara Bandung. Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan tugas ini, terlebih khususnya kepada : 1. Dr. H. Hanafiah,M.Pd,  selaku dosen pembimbing mata kuliah Profesi Keguruan 2. Rekan-rekan semua di prodi Pendidikan Bahasa Inggris

MAKALAH ASPEK-ASPEK PERKEMBANGAN MANUSIA

1          KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “ ASPEK-ASPEK PERKEMBANGAN MANUSIA ”. Penulisan makalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan di Universitas Islam Nusantara Bandung. Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan tugas ini, terlebih khususnya kepada : 1. Bapak H.A.Barnas EK,Drs.M.M.Pd ,  selaku dosen pembimbing mata kuliah Psikologi Pendidikan 2. Rekan-rekan semua di prodi Pendidikan Bahasa Inggris 3. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan dalam penulisan makalah ini. Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Y